ilustrasi muslim belajar

Kisah Inspiratif Ulama Arsabandi: Kegigihan Menuntut Ilmu di Tengah Keterbatasan

03.22.2025

Mengenal Lebih Dekat Fakhrul Islam al-Arsabandi

Di antara deretan ulama besar dalam sejarah Islam, terdapat sosok Fakhrul Islam al-Arsabandi yang kisah perjalanan keilmuannya sungguh menginspirasi. Meskipun mungkin namanya tidak sepopuler ulama lainnya, riwayat hidupnya menyimpan pelajaran berharga tentang kesederhanaan, kesabaran, keteguhan dalam menghadapi takdir, dan totalitas dalam menuntut ilmu. Mari kita telaah lebih dalam kisah ulama hebat yang satu ini.

Kelahiran dan Latar Belakang Keluarga Sederhana

Bernama lengkap al-Qadhi Abu Bakar Muhammad bin Husain bin Muhammad al-Arsabandi al-Maruzi, ulama ini dilahirkan di desa Arsaband, sebuah wilayah di sekitar Marw, yang kini termasuk dalam wilayah Iran. Para ahli sejarah belum dapat memastikan tahun kelahirannya secara pasti, namun Imam Abul Qasim al-Baghawi dalam kitabnya memperkirakan bahwa al-Arsabandi lahir pada awal abad keempat Hijriyah.

Fakhrul Islam al-Arsabandi tumbuh dalam kondisi ekonomi yang serba kekurangan. Sejak kecil, ia merasakan kerasnya hidup dalam kemiskinan. Keluarganya tidak memiliki banyak harta, sehingga hari-harinya diwarnai dengan kesederhanaan dan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok.

Semangat Tak Padam di Balik Keterbatasan Ekonomi

Namun, keterbatasan ekonomi dan kemiskinan tidak sedikit pun meredupkan semangat al-Arsabandi untuk menuntut ilmu. Justru, kesulitan hidup menjadi motivasi yang kuat untuk terus belajar dan mencari pengetahuan. Dengan tekad yang membara dan dahaga ilmu yang mendalam, ia memanfaatkan setiap kesempatan, sekecil apapun, untuk memperdalam pengetahuannya.

Perjalanan Keilmuan yang Penuh Dedikasi

Berguru kepada Ulama-Ulama Terkemuka

Perjalanan keilmuan Fakhrul Islam al-Arsabandi dimulai di bawah bimbingan ulama besar Abu Manshur as-Sam’ani, yang menjadi guru pertamanya dalam mempelajari ilmu fiqih. Di bawah asuhan gurunya, ia dengan tekun, semangat, dan totalitas yang tinggi menyerap dasar-dasar ilmu fiqih, khususnya dalam mazhab Hanafi.

Sebagaimana dicatat oleh Imam Abu Muhammad bin Abul Wafa al-Qursyi, setelah belajar kepada Abu Manshur as-Sam’ani, al-Arsabandi melanjutkan perjalanannya ke kota Sahana untuk memperdalam ilmu fiqih kepada al-Qadhi az-Zauzani (wafat 450 H). Di bawah bimbingan al-Qadhi az-Zauzani, ia mempelajari fiqih secara lebih mendalam dan luas, mencakup kaidah-kaidah hukum, metodologi ijtihad, dan cara pengambilan keputusan hukum (istinbath ahkam).

Ujian Hidup: Mencari Makanan di Tempat Sampah Demi Ilmu

Keteguhan di Tengah Kesulitan Finansial

Untuk meraih ilmu yang mumpuni, kesabaran dalam menghadapi ujian dan cobaan adalah hal yang tak terhindarkan. Kisah al-Arsabandi menjadi teladan bagaimana ia begitu sabar dalam menghadapi kekurangan finansial selama menuntut ilmu.

Dikisahkan bahwa suatu ketika, al-Arsabandi tidak memiliki makanan sama sekali. Bahkan sesuap nasi atau sepotong roti pun tidak ia punya, apalagi uang untuk membeli makanan. Dalam kondisi lapar, ia terpaksa pergi ke tempat pembuangan sampah, di mana orang-orang membuang kulit semangka. Di sana, ia mengumpulkan kulit semangka yang sudah dibuang, membersihkannya, dan memakannya untuk menghilangkan rasa laparnya. Kisah mengharukan ini dicatat oleh Imam Burhanul Islam az-Zarnuji dalam kitabnya.

Buah dari Kesabaran: Menjadi Ulama Besar yang Diakui

Penguasaan Ilmu Fiqih dan Hadits yang Mendalam

Setelah melalui perjalanan panjang dalam menuntut ilmu dengan berbagai rintangan, al-Arsabandi akhirnya tumbuh menjadi seorang ulama besar yang ilmunya diakui luas. Pendapat-pendapatnya sering dikutip oleh para ulama, terutama dalam kitab-kitab fiqih mazhab Hanafi. Ilmu fiqih menjadi salah satu keahlian utamanya, sehingga banyak pendapatnya ditemukan dalam literatur mazhab yang didirikan oleh Imam Abu Hanifah tersebut.

Imam Abu Muhammad al-Qursyi menggambarkan keunggulan dan keluasan ilmu al-Arsabandi dengan mengatakan bahwa ia adalah seorang imam yang unggul, ahli dalam berdiskusi, dan menjadi rujukan utama bagi para pengikut Imam Abu Hanifah. Selain itu, ia juga meriwayatkan hadits.

Murid-Murid Beliau yang Gemilang

Karena kedalaman ilmunya, banyak orang datang kepada al-Arsabandi untuk belajar, termasuk Imam Abul Fadl al-Karamani (ulama Hanafi terkemuka di Khurasan) dan Imam Abul Farah as-Shakkak al-Khawarizmi (ulama fiqih Hanafi terkemuka di Marwa yang menggantikan peran gurunya setelah wafat). Banyak lagi ulama fiqih terkemuka yang lahir dari didikan al-Arsabandi.

Selain fiqih, al-Arsabandi juga menguasai ilmu hadits. Banyak ulama yang datang kepadanya untuk mendapatkan sanad riwayat hadits dan belajar tentang sabda-sabda Nabi Muhammad SAW.

Gelar Kehormatan: Fakhrul Islam dan Fakhrul Qaudhat

Karena keilmuannya yang mendalam, para ulama di Marwa memberikan gelar kehormatan “Fakhrul Islam” (kebanggaan umat Islam) dan “Fakhrul Qaudhat” (kebanggaan para hakim) kepadanya. Hal ini juga karena al-Arsabandi pernah diangkat menjadi hakim di tempat kelahirannya.

Akhir Hayat: Keinginan Berhaji yang Tak Tercapai

Syekh Yusuf Abdurrahman mengisahkan bahwa di akhir hayatnya, al-Arsabandi memiliki keinginan untuk menunaikan ibadah haji ke Baitullah. Namun, sebelum berangkat ke Makkah, ia berencana mengunjungi Baghdad, yang saat itu merupakan pusat keilmuan Islam.

Perjalanan ke Baghdad dimulai pada tahun 510 H. Namun, setibanya di sana, takdir berkata lain. Al-Arsabandi wafat di Baghdad pada tahun 510 H dan dimakamkan di kota tersebut.

Teladan Kegigihan dan Keikhlasan dalam Menuntut Ilmu

Kabar wafatnya al-Arsabandi menyebar dengan cepat dan membawa duka mendalam, terutama di Baghdad dan Iran. Umat Islam kehilangan seorang ulama yang menjadi teladan kesabaran, ketabahan dalam menghadapi ujian, dan keikhlasan dalam menuntut ilmu. Semoga kisah hidupnya memberikan manfaat dan inspirasi bagi kita semua. Wallahu a’lam.

Sumber: nu online