Memasuki bulan Syawal, umat Islam dianjurkan untuk melaksanakan puasa sunnah selama enam hari. Keutamaannya sangat besar, bahkan disebut setara dengan berpuasa selama setahun penuh jika dilakukan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadhan. Namun, bagi sebagian orang yang masih memiliki tanggungan atau utang puasa Ramadhan, muncul pertanyaan: mana yang sebaiknya didahulukan, membayar utang (qadha) puasa Ramadhan atau melaksanakan puasa sunnah Syawal?
Dilema ini wajar terjadi. Di satu sisi, ada keinginan kuat untuk meraih pahala besar dari puasa Syawal. Di sisi lain, ada kewajiban yang belum tuntas untuk mengganti hari-hari puasa Ramadhan yang terlewat. Mari kita telaah panduan syariat mengenai hal ini.
Keutamaan Puasa Syawal dan Kewajiban Qadha Ramadhan
Anjuran mengenai puasa enam hari di bulan Syawal bersandar pada hadits sahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ، ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ اَلدَّهْرِ
Artinya: “Barangsiapa puasa Ramadhan, kemudian ia sertakan dengan puasa enam hari dari bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa setahun penuh.” (HR Muslim).
Sementara itu, kewajiban untuk mengganti puasa Ramadhan yang ditinggalkan ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 184:
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْراً فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُون
Artinya: “Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 184).
Ayat ini menegaskan status wajib bagi qadha puasa Ramadhan.
Penyebab Tidak Puasa Ramadhan: Kunci Menentukan Prioritas
Untuk menentukan mana yang harus didahulukan, sangat penting memahami mengapa seseorang meninggalkan puasa Ramadhan. Imam An-Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu’ Syarhul Muhaddzab (Juz VI, hlm. 365) menjelaskan ada dua kemungkinan penyebab:
- Karena Uzur Syar’i: Yaitu alasan yang dibenarkan oleh syariat, seperti haid, nifas, sakit, dalam perjalanan (safar), lupa niat, keliru menyangka waktu berbuka, menyusui, atau hamil. Bagi kelompok ini, kewajiban qadha bersifat muwassa’ (fleksibel), artinya boleh ditunda pelaksanaannya asalkan dilakukan sebelum datang bulan Ramadhan berikutnya.
- Tanpa Uzur (Sengaja Meninggalkan): Bagi orang yang sengaja meninggalkan puasa Ramadhan tanpa alasan yang dibenarkan syariat, menurut pendapat mayoritas ulama mazhab Syafi’iyah, ia wajib segera (fauran) mengganti puasanya setelah bulan Ramadhan berakhir.
Berdasarkan pembedaan ini, perdebatan mengenai mana yang didahulukan antara qadha Ramadhan dan puasa Syawal sejatinya lebih relevan bagi kelompok pertama (yang memiliki uzur syar’i). Mengapa? Karena kelompok kedua (yang meninggalkan puasa tanpa uzur) wajib segera meng-qadha puasanya dan tidak diperkenankan mendahulukan puasa sunnah apapun, termasuk puasa Syawal.
Pandangan Ulama: Mendahulukan Qadha Ramadhan atau Puasa Syawal?
Bagi muslim yang memiliki utang puasa Ramadhan karena uzur syar’i, para ulama memberikan panduan yang jelas. Imam Ibnu Hajar Al-Haitami, seorang ulama besar mazhab Syafi’i, dalam kitabnya Tuhfatul Muhtaj (Juz VIV, hlm. 83) menyatakan:
يُكْرَهُ تَقْدِيمُ التَّطَوُّعِ عَلَى قَضَاءِ رَمَضَانَ
Artinya: “Dimakruhkan mendahulukan puasa sunnah (Syawal) daripada mengganti (qadha) puasa Ramadhan.”
Beliau menjelaskan bahwa hukum makruh di sini berarti orang yang mendahulukan puasa Syawal sebelum melunasi utang puasa Ramadhannya berpotensi tidak mendapatkan kesempurnaan pahala puasa sunnah Syawal tersebut.
Pendapat senada disampaikan oleh Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam Lathaiful Ma’arif (hlm. 244). Beliau menekankan bahwa mendahulukan qadha Ramadhan adalah pilihan yang lebih utama (awla).
مَنْ كَانَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ فَلْيَبْدَأْ بِقَضَائِهِ فِي شَوَّالٍ فَإِنَّهُ أَسْرَعُ لِبَرَاءَةِ ذِمَّتِهِ، وَهُوَ أَوْلَى مِنَ التَّطَوُّعِ بِصِيَامِ سِتَّةٍ مِنْ شَوَّالٍ
Artinya: “Barangsiapa memiliki utang puasa dari bulan Ramadhan, maka segeralah untuk menggantinya di bulan Syawal, karena hal itu mempercepat bebas dari tanggungannya. Ini lebih utama dari puasa sunah enam hari di bulan Syawal.”
Alasan Mengutamakan Qadha Puasa Ramadhan
Mengapa para ulama cenderung menganjurkan mendahulukan qadha? Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali memberikan beberapa alasan kuat:
- Menyegerakan Pembebasan Tanggungan: Qadha puasa Ramadhan adalah kewajiban (utang) kepada Allah Swt. Menyelesaikannya sesegera mungkin adalah bentuk kehati-hatian dan tanggung jawab sebagai hamba.
- Menyempurnakan Syarat Pahala Puasa Syawal: Sebagaimana tersirat dalam hadits riwayat Muslim di atas, pahala puasa setahun penuh dijanjikan bagi mereka yang berpuasa Ramadhan kemudian melanjutkannya dengan enam hari puasa Syawal. Ini mengindikasikan bahwa penyempurnaan puasa Ramadhan (termasuk qadha bagi yang berutang) menjadi prasyarat untuk meraih keutamaan penuh puasa Syawal. Melaksanakan qadha terlebih dahulu memastikan syarat ini terpenuhi.
Dengan menunaikan qadha Ramadhan di awal Syawal, lalu melanjutkannya dengan puasa enam hari Syawal, seseorang berpeluang besar meraih pahala puasa setahun penuh karena telah menyempurnakan kewajiban Ramadhannya terlebih dahulu.
Kesimpulan: Prioritaskan Kewajiban Sebelum Sunnah
Dari berbagai penjelasan dalil dan pandangan ulama, dapat ditarik kesimpulan jelas mengenai prioritas antara qadha Ramadhan dan puasa Syawal:
- Bagi yang memiliki utang puasa Ramadhan karena uzur syar’i: Sangat dianjurkan dan lebih utama (bahkan sebagian ulama menyebutnya wajib secara istinbath) untuk mendahulukan qadha puasa Ramadhan sebelum melaksanakan puasa sunnah Syawal. Meskipun qadha boleh ditunda, menyegerakannya adalah pilihan terbaik untuk membebaskan tanggungan dan meraih keutamaan puasa Syawal secara sempurna.
- Bagi yang sengaja meninggalkan puasa Ramadhan tanpa uzur: Wajib hukumnya untuk segera meng-qadha puasa Ramadhan setelah Idul Fitri dan tidak diperbolehkan mendahulukannya dengan puasa sunnah Syawal.
Dengan demikian, menunaikan kewajiban qadha puasa Ramadhan hendaknya menjadi prioritas utama sebelum mengejar amalan sunnah puasa Syawal.
Wallahu a’lam bish-shawab.